Karena perpustakaan ini masih sedang dalam proses pengerjaan, maka kami belum dapat menampilkan foto desain akhir dari perpustakaan anak ini.
Proses Pengerjaan
1. Pembuatan Mural pada kain (portable)
2. Pembuatan Mural Luar Angkasa
3. Pembuatan Gantungan Langit-Langit
4. Pembuatan Basic Shape
5. Pembuatan Mural di dinding tripleks
6. Pembuatan Flipflapity dan Puppet mastery
7. Pembuatan TTS
Menciptakan
suatu lingkungan perpustakaan anak --apalagi ini merupakan perpustakaan
nasional-- yang menarik dan menyenangkan merupakan suatu strategi penting dalam
mendorong rasa ketertarikan anak-anak sebagai generasi muda untuk dapat
menanamkan minat baca sejak dini serta dapat pula mengangkat peran penting
perpustakaan sebagai pusat informasi bagi masyarakat, dalam hal ini adalah
anak-anak. Pada proyek kali ini, kami mengembangkan perpustakaan ini untuk
menjadikannya sebagai sebuah tempat dimana anak-anak bisa merasakan petualangan
melalui buku dengan tema book adventure,
sebuah lingkungan kegiatan yang diharapkan mampu menanamkan minat baca pada
anak dengan beberapa fitur kegiatan pendukung interaktif lainnya sehingga
perpustakaan ini pun akan menyenangkan, tidak terasa membosankan, dan tidak
melulu mengenai membaca literatur.
Proses desain perpustakaan ini
berlangsung melalui beberapa kegiatan
partisipatif untuk anak-anak sebagai pengguna agar mereka dapat menentukan dan
mendeskripsikan ruang seperti apa yang mereka butuhkan dan ruang yang paling
sesuai dengan kebutuhan, kegiatan, serta keinginan mereka sebagai pengguna
ruang tersebut karena kami tidak ingin intervensi yang kami ciptakan nantinya
malah tidak sesuai dan ditakutkan akan ada intervensi lanjutan oleh pengguna
ruang tersebut jika adanya ketidaksesuaian tadi. Dari proses ini saya dapat
mempelajari bahwa ternyata partisipasi pengguna ruang sangat penting dalam
pengambilan keputusan desain agar intervensi desain yang dilakukan bisa tepat
sasaran dan menanamkan sense of belonging
dari pengguna ruang terhadap ruang tersebut sehingga nantinya tidak akan ada
intervensi lanjutan yang bisa merusak program ruang yang ada.
Partisipasi anak-anak sebagai pengguna
dilakukan melalui diskusi santai bersama mereka mengenai ruang yang seperti apa
yang mereka inginkan, kemudian juga dilakukan workshop dan kegiatan pendukung lainnya. Workshop yang kami pandu dan diikuti oleh seluruh pengunjung
anak-anak ini merupakan sebuah media interaksi untuk melihat kecenderungan
anak-anak terhadap gagasan ide dan tema yang mereka harapkan hadir di dalam
desain nantinya. Sedangkan kegiatan pendukung lainnya berperan sebagai media
yang mengajak anak-anak untuk terus datang ke perpustakaan yang juga menginformasikan
tentang fungsi dan peran perpustakaan itu sendiri, sekaligus sebagai media
untuk mewadahi gagasan kreatif anak-anak tentang ruang perpustakaan yang mereka
inginkan dan harapkan.
Dari serangkaian kegiatan
tersebut ada beberapa hal menarik yang dapat kita pelajari sebagai seorang
arsitek nantinya. Dengan mencoba mendengarkan cerita dari anak-anak tersebut,
sebagai pengguna dan aktor utama yang kerkegiatan di dalam perpsustakaan ini,
kita bisa mendapat masukan ide yang paling tepat dan sesuai dengan apa yang
mereka harapkan. Sebagai seorang arsitek, kita juga harus membuka telinga lebar-lebar
untuk mendengarkan kemauan calon pengguna ruang yang akan kita desain, melalui
cerita-cerita yang bermunculan tersebut tentu akan memberikan masukan ide yang
sesuai dengan harapan pengguna mengingat kemungkinan buruk bisa saja terjadi.
Misalnya, bisa saja kita sebagai arsitek bukanlah menyelesaikan segala
permasalahan yang ada, tetapi justru mengambil keputusan desain yang dapat
memperburuk kondisi sebelumnya jika kita kurang jeli dalam menangkap maksud calon
pengguna dan terus-menerus memposisikan diri kita sebagai pihak asing (outsider) yang kurang menyelami permasalahan yang
ada.
Sebagai seorang arsitek yang
tentunya telah dibekali ilmu pengetahuan akan suatu kondisi yang ideal secara teori,
kita dapat memposisikan diri kita sebagai seorang pendengar dan pengamat yang
baik atas fenomena-fenomena yang ada sebelum pada akhirnya nanti kita
menawarkan solusi kepada mereka. Dalam kegiatan ini, anak-anaklah yang dituntut
untuk memberikan pandangan dan mendeksripsikan ruang perpustakaan yang mereka harapkan.
Namun untuk selanjutnya, arsitek dapat memberikan arahan menuju suatu gambaran
mengenai kondisi ideal tersebut secara lebih detail dan jelas. Arsitek bukan
lagi sebagai hakim tunggal dalam suatu pengadilan, melainkan sebagai wadah aspirasi
terbuka untuk berdiskusi bersama calon penggunanya untuk bersama-sama
memecahkan permasalahan, merencanakan, juga merancang suatu desain bersama-sama.
Dalam terwujudnya sebuah
arsitektur melalui ruang tempat berkegiatan manusia ini, tentu saja persepsi
dan perspektif pengguna menjadi hal yang sangat penting. Dengan demikian, agar
program arsitektur yang telah dirancang oleh seorang arsitek dapat berhasil,
keterlibatan calon penggunanya dalam proses desain adalah hal yang sangat
penting. Pengguna tidak hanya menjadi sekedar pengguna yang menerima begitu
saja setelah arsitektur tersebut terbangun, namun juga turut berpartisipasi
dalam memberikan perspektif gambaran ruang yang dibutuhkan, ruang yang seperti apa
yang membuatnya nyaman, lalu selanjutnya tugas arsiteklah untuk mengarahkan hingga
akhirnya merealisasikan perspektif tersebut. Dengan metode partisipasi ini,
intervensi lanjutan yang tidak diinginkan dari pengguna terhadap arsitektur
tersebut kecil kemungkinannya terjadi sebab dengan memberikan perspektifnya
mengenai gambaran ruang yang dibutuhkan dan diinginkan yang berdasarkan pada
pengalaman terhadap ruang yang pernah dialami, pengguna dapat membayangkan apa
konsekuensinya jika mereka melakukan intervensi lanjutan terhadap ruang
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar